Untuk menciptakan pembelajaran Matematika yang efektif, guru perlu membangun situasi-situasi dan memfasilitasi siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran yang bermakna sehingga siswa dapat berperan aktif, berpikir kreatif, dan memaknai setiap pembelajaran yang diberikan. Agar siswa merasa senang belajar Matematika, siswa harus bisa membangun pengetahuan Matematikanya sendiri. Dalam pembelajaran Matematika, konsep yang akan dikonstruksikan kepada siswa sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal oleh siswa dan konsep yang dikonstruksi oleh siswa itu sendiri.
Menurut Freudental (Gravemeijer, 1994: 20) Matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan pembelajaran Matematika merupakan proses penemuan kembali. Lalu menurut de Lange (Sutarto Hadi, 2005: 19) proses penemuan kembali tersebut harus dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia real. Masalah konteks nyata (Gravemeijer, 1994: 123) merupakan bagian inti dan dijadikan titik permulaan (starting point) dalam pembelajaran Matematika. Konstruksi pengetahuan Matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam proses yang disebut reinvensi terbimbing (guided reinvention).
Pembelajaran Matematika sebaiknya dimulai dari masalah yang kontekstual. Sutarto Hadi (2006: 10) menyatakan bahwa masalah kontekstual dapat digali dari : 1) Situasi personal siswa (yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa), 2) Situasi sekolah/akademik (berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran siswa), 3) Situasi masyarakat (yang berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar tempat tinggal siswa), dan 4) Situasi saintifik/matematik ( yang berkenaan dengan sains atau Matematika itu sendiri).
Zulkardi (2006: 6) menyatakan pembelajaran seharusnya tidak diawali dengan sistem formal,melainkan diawali dengan fenomena dimana konsep tersebut muncul dalam kenyataan sebagai sumber formasi konsep. Menurut de Lange (1987: 2) proses pengembangan konsep-konsep dan ide-ide Matematika berawal dari dunia nyata dan pada akhirnya merefleksikan hasil-hasil yang diperoleh dalam Matematika kembali ke dunia nyata.
Hakekat Matematika adalah aktivitas pencarian pola dan hubungan, aktivitas investigasi, aktivitas pemecahan masalah,dan komunikasi utama. Dan hakekat siswa belajar Matematika adalah siswa akan belajar secara efektif jika mereka mendapat motivas, siswa akan belajar Matematika secara individual, siswa akan belajar Matematika secara kelompok, dan siswa akan belajar Matematika secara kontekstual.
Tugas Pendidikan Matematika ialah untuk meningkatkan dimensi. Dimensi ialah kesadaran yang berderajat. Kesadaran ialah menyadari hukum-hukum dan sifat-sifat serta mengimplementasikannya (laki-laki berjodoh dengan wanita itu sifat lalu menjadi hukum). Ukuran kesadaran ada dua, yaitu aktif dan pasif. Yang membedakan dimensi ialah kemampuan, usia, kuasa, ruang, waktu. Semua sensasi akan bekerja jika dikendalikan oleh otak disebut kesadaran (sebagai kunci memperoleh pengetahuan). Pengalaman membutuhkan kesadaran, begitu juga sebaliknya.
Mengapa manusia menjadi penting? Karena mereka punya pendapat. Mengapa manusia jadi perhatian? Karena mereka ada deviasi/penyimpangan/tidak seperti yang lainnya. Bagaimana pengalaman seseorang belajar Matematika? Terkait dengan logika dan pengalamannya. Bagaimana cara memperoleh pengalaman? Diperoleh dengan cara menggunakan panca indra. Ekspektasi adalah mengetahui respon/akibat dari tindakan apapun yang dikerjakan. Hakekat pengetahuan menurut Immanuel Kant ialah menceritakan kembali pengalaman (representation) -> kesiapan (perception) -> pengetahuan (knowledge) -> konsep (concept) -> kemurnian (pure) -> penilaian (judgement). Seseorang akan optimal berfikir jika dia siap dan menyiapkan diri (pikiran terkait dengan mood, kondisi badan). Objek dari kemungkinan pengalaman (object of possible experience) ialah pengalaman (kemungkinan yang bisa dilihat yaitu fenomena) dan logika (kepastian). Nomena merupakan kaum (materialis) yang tidak percaya adanya Tuhan, ruh, dan yang dipercaya ada hanya yang muncul dalam kehidupan nyata.
Model pengajaran melalui pendekatan pada gunung es (Iceberg) sebagai titik awal dari barisan pembelajaran yang memberikan pengalaman nyata kepada siswa.
Gambar : Pendekatan Gunung Es dalam Realistics Mathematics
(Moerlands, 2004 in Sutarto, 2008)
Skema dari metode pengajaran Iceberg
Ada 6 kelompok guru dalam perkembangan model Iceberg untuk pengajaran pecahan bagi siswa Sekolah Menengah Pertama :
Grup 1 : Pengurangan bilangan pecahan
Grup 2 : Prosentase dan Permil
Grup 3 : Perbandingan pecahan
Grup 4 : Pecahan decimal
Grup 5 : Bilangan campuran
Grup 6 : Pembagian pecahan
Hakekat Belajar Matematika / the genesis of Learning Mathematics (Ernest, 1991)
Konsep baru yang didapatkan siswa dari guru atau ditemukan sendiri oleh siswa menjadi pengetahuan objek, kemudian diceritakan kembali (representasi). Direformulasikan dan membentuk konsep baru lagi. Konsep itu menjadi pengetahuan subyek dan dipublikasikan. Akan memunculkan kritik/timbal balik. Contohnya, ketika siswa sedang ujian. Sebagai publikasinya siswa menulis jawaban sesuai dengan apa yang dia ketahui. Saat guru mengkoreksi, nilai ujian tersebut 70,artinya pengetahuan subyek/siswa sebesar 70%, yang 30% sebagai nilai 30 merupakan konsep/jawaban yang belum benar sebagai pengetahuan obyek. Maka dengan adanya interaksi sosial antara siswa dan guru maka akan mendapatkan jalan terang. Guru memberikan kritik mengenai kesalahan pada 30 point berupa penjelasan. Diharapkan siswa dapat memahami dan merepresentasikan pada soal yang sejenis.
Melalui pengetahuan dan pemahaman akan hakekat Matematika, hakekat siswa belajar Matematika, hakekat belajar Matematika, dan metode iceberg diharapkan memberi petunjuk dan menjadi referensi bagi guru dalam perkembangan pembelajaran Matematika. Sehingga tidak selalu bersifat teacher center akan tetapi berorientasi pada student center. Guru sebagai fasilitator, harus bisa menciptakan suasana-suasana yang mendukung keefektifan belajar Matematika bagi siswa. Immanuel Kant berkata, “Jika engkau ingin mengetahui dunia, lihatlah dalam pikiranmu, karena sebenar-benarnya dunia adalah apa yang kamu pikirkan ”.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar